Total Tayangan Halaman

Sabtu, 22 Desember 2012

[Diskusi HRD Forum] Menghitung masa kerja karyawan yang di PHK

Barkah 
      Thu, Dec 20, 2012
to Diskusi-HRD

@ Pak DC-Zack,
Haizzz...

@ Pak Padma,
Saya menangkap bahwa galangan kapal ditempat Bapak tidak mungkin masuk kategori "pekerjaannya sekali selesai/sementara, musiman, paling lama 3 tahun, produk/kegiatan baru, pekerjaan tambahan atau penjajakan". CMIIW.

Prinsipnya, lihatlah bisnis shipyard-nya, bukan orderannya.
Menurut saya, pekerjaan membuat kapal dan memperbaiki kapal di sebuah shipyard, sifatnya sebagai pekerjaan yang terus menerus/tetap.

Sebagaimana PENJELASAN pasal 59 ayat (2) UU 13/2003:
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.

Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu.

Boleh saja ada pekerja yg di PKWT-kan yang diperuntukkan pada pekerjaan terus menerus/tetap, namun sebagai pekerjaan tambahan saat orderan mencapai puncak dan tidak terus menerus.

Maksud pasal 9 Kepmen 100/2004.
Misalkan perusahaan baju, saat menjelang lebaran, orderannya melebihi seperti biasanya, sehingga menjelang lebaran itulah, perusahaan boleh meghire pekerja dgn PKWT, meskipun sifat pekerjaan membuat baju pada perusahaan baju adalah terus menerus/tetap.
Tentunya, harus ada manpower planning selama 1 tahun untuk mengetahui memang perlu tambahan pekerja kontrak pada pekerjaan yang bersifat terus menerus.

"Perpanjangan" adalah semacam amandemen jangka waktu berakhirnya PKWT-nya (nomor PKWT dan dimulainya PKWT tidak berubah. Klausulnya boleh tetap, kecuali terdapat hal-hal yang bertentangan dgn perUUan yg berlaku).

"Pembaharuan" adalah PK baru (nomor PK baru, tanggal dimulainya hubker dan jangka waktunya baru, klausulnya baru).
NOTE: tidak semua PKWT boleh diperbaharui ya....


Demikian dan monggo rekan lain menambahkan atau mengkoreksinya.

Salam,
Barkah

Powered by Telkomsel BlackBerry®

From: "DC > DenCitro Diwangsan" <dencitro@gmail.com>
Date: Wed, 19 Dec 2012 08:06:47 +0700
Subject: Re: [Diskusi HRD Forum] Menghitung masa kerja karyawan yang di PHK

 
Saran sy buat rekan Padma P...sebaiknya undang saja om SBarkah untuk kopdar dan diskusi, pasti lebih mudah untuk saling memahami maksud dari ketentuan PKWT per UUK dengan praktek di Shipyard tsb...mumpung om SBarkah lagi di darat nih.
Lokasi Shipyard dimana ? mdh2an jawabannya : di Batam

*dan "team HR rusuh" kayaknya bakal dengan senang hati menemani kopdar semacam ini hehehe
DC-Zack


Pada 19 Desember 2012 01:10, padmopang <punkrxa@gmail.com> menulis:
 

Dear Pak Barkah,

Terima kasih atas tanggapannya, dan mohon maaf kalau ternyata pertanyaan saya sudah sering dibahas di forum ini.
Maksud kata “perlakuan” dalam pertanyaan saya adalah perlakuan penghitungan masa kerja yang kaitannya dengan pembayaran pesangon, hal ini sudah terjawab dengan jelas.

Selanjutnya menanggapi kalimat berikut:
“PKWT-nya telah SESUAI dgn ketentuan PKWT”
Saya COPAS Kepmen 100/2004 sbb:
BAB II
PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI
ATAU SEMENTARA SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA
PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN
Pasal 3
(1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang
didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.
(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus
demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan.
(4) Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan
batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
(5) Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi
tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT.
(6) Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.
(7) Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak ada
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.

BAB IV
PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PRODUK BARU
Pasal 8
(1) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.
(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun.
(3) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan pembaharuan.
Pasal 9
PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang
melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

Hubungannya dengan kondisi di perusahaan tempat saya bekerja adalah sbb:
Perusahaan tempat saya bekerja adalah perusahaan galangan kapal (shipyard) dimana pekerjaannya adalah membuat kapal baru dan juga memperbaiki kapal. Untuk pembuatan kapal baru waktu pengerjaannya bervariasi, ada yang 1,5 tahun s/d 3 tahun. Teknologi dan konstruksi masing-masing kapal berbeda-beda.
Sedangkan untuk kapal repair ada yang 1hari selesai, tapi ada juga yang sampai 2 tahun baru selesai.
Sebagian besar dari karyawan kami dipekerjakan dengan sistem PKWT terlebih dahulu hingga akhirnya diangkat menjadi karyawan tetap (PKWTT).

Seandainya saya “menganut” pada Penafsiran 2 sebagaimana dalam jawaban bapak, maka keraguan yang muncul ada pada kalimat: “PKWT-nya telah SESUAI dgn ketentuan PKWT” kaitannya dengan Kepmen 100/2004 sperti tersebut diatas. Karena dalam pasal 3 disebutkan pembaharuan dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Dalam prakteknya diperusahaan saya mayoritas tidak melalui masa tenggang 30 hari.
Sudah tepatkah sistem PKWT diberlakukan di perusahaan tempat saya bekerja? Atau telah terjadi ketidak SESUAIAN dengan ketentuan PKWT?
Mohon penjelasan untuk kata “dapat diperpanjang” pada ayat 2 dan kata “pembaharuan” pada ayat 3 pasal 8, dimana perbedaannya? Demikian juga tolong dijelaskan maksud dari pasal 9.

Terima kasih sebelumnya atas tanggapannya
Salam,

Padma P





From: Diskusi-HRD@yahoogroups.com [mailto:Diskusi-HRD@yahoogroups.com] On Behalf Of sbarkah@gmail.com
Sent: 18 Desember 2012 0:01
To: Diskusi-HRD@yahoogroups.com
Subject: Re: [Diskusi HRD Forum] Menghitung masa kerja karyawan yang di PHK

 
Dear Pak Padmo,

Mohon ijin ururn rembug ya...

Pertanyaan Bapak sudah sering ditanyakan dan memang jawabannya ada 2 penafsiran.

Penafsiran 1:
Dalam contoh Bapak, dimana PKWT-nya telah SESUAI dgn ketentuan PKWT, masa kerja dihitung sejak hubker PKWT (kontrak).

Penafsiran 2:
Dalam contoh Bapak, dimana PKWT-nya telah SESUAI dgn ketentuan PKWT, masa kerja dihitung sejak hubker PKWTT (tetap).

Kebetulan saya mengikuti sebuah diskusi (forum) yang menghadirkan salah satu Hakim Ad hoc PHI Jakarta, contoh Pak Padmo dan sepanjang tidak ada penyimpangan atas ketentuan PKWT, belum menjawab bahwa masa kerja dihitung sejak hubker PKWTT (tetap), karena hubker PKWT (kontrak), jangka waktunya terbatas dan PKWT tidak berhak uang pesangon.

Bagaimana perlakuan untuk karyawan yang 2 kali PKWT, di break 1 bulan, kemudian di angkat dgn PKWTT?
(Jika PKWT tidak ada penyimpangan, maka masa kerja terhitung sejak hubker PKWTT/status pekerja permanen).

Bagaimana perlakuan untuk karywan yang 2 kali PKWT—Break—PKWT—PKWTT?
(Perlakuan apa? Kalau yg dimaksudkan adalah perlakuan memperghitungkan uang pesangon, maka sepanjang tidak ada penyimpangan ketentuan PKWTT, uang pesangon dihitung sejak adanya hubker PKWTT).

Bagaimana perlakuan untuk karyawan yang menjalani probation period?
(Perlakuan apa? Yg pasti, perlakukan pekerja yg dipersyaratkan melalui masa percobaan dgn melakukan evaluasi dan mendampinginya).

Demikian dan terbuka ditambahkan/dikoreksi.

Salam,
Barkah

Powered by Telkomsel BlackBerry®

From: "Padmo Pang" <punkrxa@gmail.com>
Date: Mon, 17 Dec 2012 13:46:37 -0000
Subject: [Diskusi HRD Forum] Menghitung masa kerja karyawan yang di PHK

 
Dear. Bapak/Ibu Praktisi HRD

Contoh kasus:

Karyawan dengan Join date 2 januari 2000 PKWT s/d 1 Juli 2000 (6 bulan) diperpanjang lagi s/d 1 Januari 2001 dan dilanjutkan /diangkat menjadi karyawan tetap (PKWTT) s/d sekarang tahun 2012, kemudian terjadi PHK maka masa kerja karyawan tersebut yang kaitannya dengan perhitungan pembayaran pesangon hanya diakui sejak tanggal 1 Januari 2001(sejak diangkat jadi karyawan tetap). Atau dengan kata lain masa kerja sewaktu karyawan terikat kontrak PKWT tidak diakui sebagai dasar penghitungan pesangon bagi karyawan yang di PHK.

Pertanyaan:
1. Benarkah cara menghitung pesangon & masa kerja karyawan sebagaimana tersebut dalam ilustrasi diatas? Dasar hukum atau UU/peraturan mana yang menjadi landasannya?
2. Bagaimana perlakuan untuk karyawan yang 2 kali PKWT, di break 1 bulan, kemudian di angkat dgn PKWTT?
3. Bagaimana perlakuan untuk karywan yang 2 kali PKWT—Break—PKWT—PKWTT?
4. Bagaimana perlakuan untuk karyawan yang menjalani probation period?

Mohon penjelasannya

TIA

Regards

Padma P

Sabtu, 08 Desember 2012

[Konsultasi-HR] Perkara PHI (Penolakan MUTASI)


From: dRoe <ruru.pangestu@armindocp.co.id>
Date: 2012/6/14
Subject: Re: [Konsultasi-HR] Perkara PHI (Penolakan MUTASI)
To: Konsultasi-HR@yahoogroups.com 

Pak Barkah,
Terima kasih sharing di 'PHI'nya,
Reportase yg mengalahkan ketertarikan saya mengikuti berita Euro :D...

Selamat pagi teman semua :)
Pagi yang cerah..
Semoga penuh barokah tuk kita semuam.

Salam,
Ruru Pangestu
Sent from my Hearth®
powered by Allah SWT

From: sbarkah <sbarkah@gmail.com>
Date: Wed, 13 Jun 2012 19:06:33 +0700
Subject: Re: [Konsultasi-HR] Perkara PHI (Penolakan MUTASI)

Dear All,

Sengaja saya search thread lama tentang penolakan pekerja karena di-MUTASI.

Tadi siang (tgl. 13 Juni 2012) saya "nongkrong" di PHI Jakarta Jl. MT. Haryono Kav 52-54.
Saat itu di Ruang Sidang I sekitar jam 15:00 digelar isidang membacakan PHI atas gugatan Pekerja kepada Perusahaan (Tergugat).
Pengugat yang bertugas sebagai Satpam yang kebetulan mereka (sekitar 7 orang) adalah pengurus SP. Adapun yang diperselisihkan adalah perselisihan hak (upah).

Pokok perkaranya bagi penggugat pada pasal 88 (upah) dan (secara samar kalau tidak salah dengar) pasal 52 ayat (3) UU 13/2003.

Singkat cerita, para pengurus SP melakukan mogok kerja sekitar tahun 2010 (?) (akhirnya dinyatakan oleh Majelis Hakim PHI) SAH dengan P-1 s/d P-8 (kalau tidak salah dengar), namun pasca mogok kerja, perusahaan memutasikan para pengurus SP (sekitar 7 pekerja) dengan dalih kebutuhan operasional. Namun, para pengurus SP tidak berkenan dimutasi dengan dalih perusahaan "melanggar" ketentuan pasal  144 (khususnya) huruf b sbb:
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang:

  1. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
  2. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja 

Sementara karena para pekerja yang dimutasi tidak berkenan dan tidak mengikuti perintah perusahaan, maka perusahaan menggunakan pasal 168 sebagai dalih pekerja mangkir dan dikategorikan mengundurkan diri.

Singkat cerita, Putusan Majelis Hakim mengadili "mengabulkan" gugatan Pengugat dan dikarenakan Majelis Hakim menilai hubungan kerja tidak mungkin dilanjutkan lagi, maka Majelis mengambil keputusan PHK dengan membebankam "kompensasi" berupa 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2), UPMK, UPH dan uang proses kepada Terguat (perusahaan) termasuk biaya perkara dibebankan kepada Tergugat, dikarenakan perkaranya melebihi 150 juta.

Saya kehilangan moment atas sikap dari para pihak (Penggugat maupun Tergugat) ketika Majelis menyampaikan kepada para pihak untuk menerima Putusan PHI atau akan banding ke MA, dikarenakan cukup gaduhnya ruangan sidang akibat teriakan para supporter Penggugat pasca palu diketok oleh Ketua Majelis Hakim.

Demikian sekilas info. Semoga sharing ini bermanfaat sebagai keseimbangan kasus yang mirip (tidak sama persis).
Dan mohon MAAF....apabila ada beberapa info yang kurang akurat dikarenakan kurang jelasnya suara dari para Majelis Hakim yang berada di depan sementara saya duduk dikursi belakang yang agak terganggu dengan masuknya 2 anak kecil yang sempet-sempetnya main game dengan Bapaknya yang NAMPAKNYA selaku supporter Penggugat.

Salam,
Barkah


Ada pak, kebetulan saya pernah membuat buku tentang praktek perselisihan mutasi di PHI. Kalau Bapak berminat, bisa hubungi Pak Yudi di yustinus@employment-inst.org.

Best regards,

Sinurat
Powered by Telkomsel BlackBerry®

From: antonp <antonp.dongan@gmail.com>
Date: Fri, 30 Sep 2011 09:14:25 +0430
Subject: [Konsultasi-HR] Perkara PHI

mohon sharing dari rekan-rekan semua,

Adakah diantara rekan rekan yang pernah menang perkara di PHI, dalam kasus pekerja di PHK karena alasan menolak Mutasi dan tanpa pemberian uang pesangon.
didalam peraturan perusahaan kami yang sudah disahkan oleh Depnaker, bahwa jika pekerja tidak melaksanakan perintah mutasi dalam 5 hari , maka ybs dapat di pHK tanpa pesangon.

mohon sharingnya
Anton 





__._,_.___


Barkah - Hubker: [Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing

Barkah - Hubker: [Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing: From: Asrial Chaniago Date: 2012/11/28 Subject: RE: [Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing To: Konsultasi-HR@ya...

Sabtu, 01 Desember 2012

[Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing

From: Asrial Chaniago <asrial@seid.sharp-world.com>
Date: 2012/11/28
Subject: RE: [Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing
To: Konsultasi-HR@yahoogroups.com
 
Saya kira pak Barkah benar.
Untuk merubah kata “antara lain” menjadi “yaitu” yang berdampak besar tersebut, sangat boleh jadi didukung kekuatan besar di belakangnya.
Atau jangan-jangan hanya karena kekurang-terampilan pejabat pembuatnya dalam berbahasa Indonesia?
Menurut guru saya dulu, bagi sebahagian besar suku bangsa di Indonesia, bahasa Indonesia itu adalah bahasa asing (ha..ha..ha, becanda pak).


From: Konsultasi-HR@yahoogroups.com [mailto:Konsultasi-HR@yahoogroups.com] On Behalf Of sbarkah@gmail.com
Sent: Tuesday, November 27, 2012 6:09 PM

To: Konsultasi-HR@yahoogroups.com
Subject: Re: [Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing

 
Saya sependapat dengan Pak Riyan.
Jika APINDO jadi mem-PTUN-kan Menakertrans, saya kira, salah satu point yg akan dipersoalkan adalah kata "antara lain" dalam PENJELASAN pasal 61 ayat (1) UU 13/2003 yang kemudian "ditangkap" oleh Menakertrans sebagai "pembatasan".

Apakah dibalik memaknai kata "antara lain" terdapat kekuatan tertentu dibelakangnya?

Salam,
Barkah
Powered by Telkomsel BlackBerry®

From: Riyan Permadi <riyanpermadi@gmail.com>
Date: Tue, 27 Nov 2012 17:51:59 +0800
Subject: Re: [Konsultasi-HR] Blunder Outsourcing

 
Rekan,

Saya rasa perlu diadakan penelitian oleh ahli bahasa dan ahli hukum untuk membahas frasa "antara lain".

Seumur hidup saya mengartikan "antara lain" itu bukan membatasi, melainkan memberikan contoh. Persamaan kata "antara lain" yg saya temukan adalah "diantaranya", "seperti" dan "misalnya".

Salam,
Riyan